Personalism#6: Kematangan Emosi Dalam Profesi
Hore!
Hari
Baru, Teman-teman.
Kalau kita
melihat para senior yang sudah hebat-hebat, kadang-kadang ada perasaan campur
aduk ya. Kagum pada kecanggihan dan kepiawan mereka. Juga minder setiap kali
berhadapan dengan mereka. Jika kita perhatikan; semakin canggih mereka, semakin
percaya diri penampilannya. Rasanya kita ini tidak ada apa-apanya dihadapan
mereka. Lalu seribu tanya pun memenuhi benak kita. Adakah dimasa depan kita
mempunyai peluang untuk meraih pencapaian seperti mereka? Bagaimanakah caranya
mereka mencapai kematangan emosi dan profesi seperti itu?
Diruang tunggu dokter gigi, saya
menyaksikan acara 'Master Chef' di sebuah stasiun televisi swasta. Para peserta
terlihat tegang sekali menghadapi tantangan yang harus mereka selesaikan.
Sementara para juri, santai saja karena sepertinya mereka sudah menguasai
segala hal. Ada yang mengejutkan buat saya. Karena salah satu juri itu adalah
mantan peserta Master Chef episode sebelumnya. Ketika menjadi peserta di
episode sebelumnya Sang Juri tamu itu pernah terlihat sama stressnya. Tapi
sekarang, beliau berdiri dan berbicara dengan rasa percaya diri yang tinggi. Inilah
contoh dari orang yang telah berhasil mencapai kematangan emosi dalam profesinya. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar meraih kematangan emosi dalam
profesi, saya ajak memulainya dengan memahami dan menerapkan 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™), berikut
ini:
1. Semua buah pada awalnya mentah. Tidak ada kan, buah yang
langsung matang? Begitu juga dengan karir dan profesi kita. Tidak ada yang
langsung matang begitu memulainya pertama kali. Memang sudah menjadi fitrahnya
begitu. Semua orang yang sekarang kita lihat telah berhasil menjadi
pribadi-pribadi mumpuni sekalipun, memulai karir mereka dari awal yang sama.
Yaitu awal yang penuh debaran dan ketidaktahuan, serta lemahnya keterampilan. Proses
tempaan sepanjang waktulah yang kemudian membawa mereka kepada tingkatan keterampilan
yang tinggi. Jadi, kalau melihat seseorang yang sedemikian suksesnya dalam
karir dan profesinya; tidak usah berkecil hati. Kita pun bisa mencapai
tingkatan itu jika terus gigih meningkatkan diri. Bersabarlah dengan posisi dan
situasi yang kita hadapi saat ini. Kegigihan akan mengantarkan kita kepada pencapaian
yang tidak kalah bermaknanya.
2. Tantangan terberat membuat kita kuat. Kadang ada momen tertentu dalam karir yang
membuat kita tertekan, depresi bahkan dipermalukan. Lalu ingin rasanya kita
berhenti saja. Juri tamu Master Chef itu pernah menangis di musim kompetisi sebelumnya
ketika beliau menjadi peserta. Ketika itu beliau ditantang untuk membuat kue
lapis. Sederhana, tapi sulit. Hingga membuatnya frustrasi. Sekarang, beliau
memberikan tantangan yang sama kepada para peserta juniornya. Namun kali ini,
beliau menyampaikan tantangan itu dengan percaya diri yang tinggi. Perhatikanlah,
betapa orang-orang yang telah berhasil menaklukan tantangan terberat dalam
hidupnya bisa tampil jauh lebih baik, lebih terampil, lebih mumpuni disisa kehidupannya
nanti. Jadi, jika saat ini kita menghadapai tantangan berat, hadapilah. Maka dia
akan membuat kita semakin kuat.
3. Tidak tahu, bukan tidak bisa. Ketika orang lain melakukan hal-hal yang hebat, kita sering terkagum-kagum. Apalagi
jika mereka melakukan sebuah kemustahilan. Sama seperti halnya para peserta
lomba yang terkagum-kagum pada sang juri yang jago membuat kue lapis itu. Mereka bingung dari
mana harus memulainya. Juri senior itu kemudian memberi tahukan beberapa trik
kepada mereka. Eh, ternyata bisa. "Oooh, begini toh…" kata mereka. Ternyata,
kita ini bukannya tidak bisa melakukan sesuatu. Hanya saja, kita tidak tahu bagaimana
caranya. Begitu kita tahu caranya, satu dua kali mencoba pun kita sudah
langsung bisa. Begitu pula halnya dengan orang-orang hebat yang sering membuat
kita kagum itu. Mungkin kita hanya perlu mencari tahu bagaimana mereka
melakukannya. Lalu belajar mempraktekkannnya, sampai kita bisa. Maka kita pun menjadi
orang yang sama bisanya.
4. Tahu, tidak berarti mampu. Diantara orang-orang yang sudah diberitahu itu, masih ada juga yang tetap
tidak mampu melakukannya. Di sekitar kita lebih banyak lagi orang yang tahu,
tetapi nyatanya mereka tidak mampu. Kenapa bisa begitu ya? Rupanya, mengetahui
cara melakukan sesuatu sama sekali tidak menjadi jaminan jika kita akan secara
otomatis mampu melakukannya. Ada ongkos yang harus dibayar, yaitu; kesediaan
untuk mencoba dan melatih diri hingga terampil. Memang, pengetahuan itu
penting. Tapi dalam soal profesi, pengetahuan hanyalah sebuah modal awal. Dia
baru bisa menjadi kekuatan kalau sudah dikonversi menjadi keterampilan. Makanya, janganlah mudah berpuas diri hanya
karena kita sudah tahu tentang sesuatu. Kita, perlu menggunakan pengetahuan itu
untuk menjadi lebih mampu melakukannya.
5. Kematangan itu seperti kue lapis. Ketika kita pertama kali bekerja dulu, kita pernah merasa menjadi anak bawang. Setahun kemudian ada orang baru yang diterima bekerja,
kita merasa diri sudah lebih senior dari orang itu. Namun, kita tetap merasa
lebih junior dari orang lain yang sudah lebih dulu berada disitu. Orang yang
kita anggap senior pun ternyata masih lebih junior dibandingkan dengan
orang-orang yang lebih senior dari mereka. Betapa relatifnya senioritas. Dan
betapa nisbinya kematangan emosi dalam profesi seseorang. Persis seperti kue
lapis. Pertanyaannya adalah; kematangan emosi profesi kita sudah berada pada
tingkatan yang mana? Sekarang mungkin kita tidak berada di lapis terbawah lagi.
Tapi mungkin kita belum menempati lapisan yang paling atas. Kita akan bisa
meraihnya jika terus malatih diri tanpa henti.
Setiap
tahapan dalam hidup kita ternyata merupakan sebuah proses pematangan diri. Termasuk
jika dalam perjalanan hidup itu kita menghadapi masa-masa sulit yang kurang
menyenangkan. Cocok dengan nasihat Rasulullah, bahwa semua peristiwa yang
terjadi di muka bumi ini tidak ada yang sia-sia. Semuanya mengandung pelajaran
bagi setiap hamba yang bersedia memikirkannya. Merenungkannya hingga menemukan
hikmah dalam setiap kejadian. Karena setiap kejadian yang kita alami itu tiada
lain adalah anak tangga menuju kepada tingkatan yang lebih tinggi. Hal itu
berlaku dalam setiap aspek kehidupan kita. Termasuk didalamnya soal kematangan emosi
dan profesi kita. Mengingat hal ini, kita lebih tenteram menjalani setiap lekuk
liku kehidupan kita ya. Semoga.
Salam hormat,
Mari Berbagi
Semangat!
DEKA – Dadang
Kadarusman – 18 Juli 2012
Author, Trainer, &
Public Speaker of Natural Intelligence
0812 19899 737 or Ms. Vivi
at 0812 1040 3327
Catatan Kaki:
Seperti
ban berjalan, akan ada saat dimana kita kebagian giliran menapaki lapisan
tertinggi kematangan emosi dalam profesi. Jadi, bersabarlah sambil mempersiapkan
diri untuk menjadi sebaik-baiknya pribadi.
Ingin
mendapatkan kiriman "Personalism" secara rutin langsung dari Dadang Kadarusman? Kunjungi dan bergabung di http://finance.groups.yahoo.com/group/naturalintelligence/
Silakan di-share jika naskah ini Anda
nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi
tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak
berkurang karenanya.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman
www.dadangkadarusman.com
Dare to invite Dadang to speak for your company?
Call him at 0812 19899 737 or Ms. Vivi at 0812 1040 3327
[Non-text portions of this message have been removed]
+++
:-) Do...., Real, Respect, Warm, Interact, Related, Short-Informative
:-( Don't., OneLiner, scam, MLM pyramid spam scheme, illegal-SARA
*_^ Just Friday 4 Selling or promote your Service/Product
No comments:
Post a Comment