sorry...teman teman di trisakti... saya forward oot... dari diskusi di
milis yang saya kelolah
semoga bermanfaat...
-------- Original Message --------
Subject: nationalist or neoliberal?[APWarnet] Djokowi: Sosok Pemimpin
yg akan mampu memecahkan berbagai persoalan pokok Bangsa Indonesia
Date: Fri, 6 Apr 2012 19:41:06 -0700 (PDT)
From: rrusdiah@yahoo.com
Reply-To: APWKomitel@yahoogroups.com
To: APWKomitel@yahoogroups.com <APWKomitel@yahoogroups.com>
pak mitro ysh:
bicara soal kepemimpinan... mungkin yang penting adalah national
interest nya... dari sisi Tannas (Ketahanan nasional) dan sustainability
jauh ke depan...
Artinya kita bisa melihat jelas apakah pemimpin kita: Nasionalist atau
Liberal (sekarang dikenal dengan NeoLiberal) dengan membaca tulisan dari
Budiarto di Kompas pagi ini bisa melihat bagaimana actions...dari
seorang pemimpin yang nasionalis...seperti bung Karno ketika harus
menghadapi perusahaan raksasa (MNC) dan negara raksasa (hegemoni
kapitalis AS) dst...
kalau sekarang ada istilah politik jalan tengah... soft power...atau
istilahnya politik semua happy...... beda sekali loh dengan NonBlok yang
sifatnya fairness dan kadang bukan jalan tengah...
diskusi national perindustrian dan perdagangan nasional di kementerian
perindustrian melihat bahwa memang konstelasi global kita semakin
seperti spaghetti bowl... ruwet dengan adanya banyak perjanjian
perjanjian...bilateral Free Trade...buka pasar negara lain... jadi
globalisasi memang arahnya liberal dan kapitalisme global... buka
pasar.... serahkan pada invisible hand... ( kalau WTO sudah 11 tahun
deadlock)... jadi ada kekuatan multilateral, regionalisme, bilateral,
unilateral... bayangkan kalau kita kehilangna nasional interest kita.. ?
FTA-1 kita batch pertama yg tandatangan... hasilnya... program digital
divide dan komputer murah at the expense...industri komputer kita jadi
pedagang dan perakit... ngak apa apa...masyarakat happy...komputer murah...
FTA-2 sedang ditawarkan... agar lebih liberal dari FTA-1... buka pasar
services di telekom... internet applikasi OTT...buka semua... ngak perlu
investasi server dst.... plus AFTA... buka sekalian tenaga dan labour
dibidang telekom dan IT...
inga..inga... namanya IT atau TI... itu ada di lemari es anda... ada di
mobil anda.... ada dimana mana... jadi tanpa disadari semuanya juga
dibuka...?
contoh utk di benchmark:
Dulu zaman belanda... VOC... kita penghasil gula, palawija, garam ,
rempah rempah, minyak, gas shell.....ekspor ke eropa dan mana mana...
setelah merdeka semestinya semakin baik... tapi nyatanya kita net
importir sekarang... aneh khan ?...
Dulu tata kota DKI zaman belanda cukup baik... national interestnya...
nya yah Jakarta yang nyaman... ada rencana saluran air, sungai... dari
bogor ke laut jawa... sekalian drainase... ada rencana transportasi
integrasi kereta api ujung jawa timur sampai jawabarat...terintegrasi
dengan transportasi bis, trem angkutan umum di jakarta, surabaya,
bandung (ada trem) dan ada angkutan air... sekarang semuanya lenyap oleh
liberalisasi dan ekonomi growth serta trickle down effect...
pokoknya membangun...soal lainnya terserah deh ... :-)
pokoknya GDP naik $3000 dari $1000 buka FDI... liberalisasi... ngak
masalah capital flight... asset flight... short term foot loose industri
ekploitasi.. SDA... soal dampak lingkungan... natural resource
habis...itu khan urusan anak cucu... nanti juga punya solusi...
itulah yg akan terjadi kalau kita pilih liberalisasi... demokrasi
liberal dan kapitalisme global... sayang... :-)
anyway...enjoy artikel kompas dibawah ini...soal kepemimpinan... liberal
atau nasionalist (memegang national interest).
catatan: semestinya kalau bicara national interest..yah bicara
kepentingan masyarakat Indonesia majoritas dan anak cucunya.
salam, rr - apw/ mastel ukm
---
*Ketidakpastian: Tragedi*
Budiarto Shambazy, /Wartawan Senior KOMPAS/
*SUMBER :/KOMPAS, 07 April 2012/*
Di awal 1960-an, minyak mencakup seperempat dari total ekspor yang
didominasi multinational corporations yang menanam modal 400 juta dollar
AS dan diperkirakan melonjak 1 miliar dollar AS tahun 1965.
Caltex (AS) menguasai 85 persen ekspor, Stanvac (AS) 5 persen, dan
Permina 10 persen. Tahun 1963 total ekspor 94 juta barrel per tahun atau
1,7 persen dari konsumsi dunia.
Ekspor minyak dikuasai Shell (Belanda) yang per tahunnya 43 juta barrel,
Stanvac 10 juta barrel. Penerima terbesar AS, Jepang, dan Australia.
Sejak 1951, Bung Karno (BK) membekukan konsesi bagi multinational
corporations (MNC) dan memberlakukan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960.
UU ini menegaskan, "/Seluruh pengelolaan minyak dan gas alam dilakukan
negara atau perusahaan negara./"
Sejak merdeka, MNC berpegang pada "/let alone agreement/". Cara ini
menghindari nasionalisasi, tetapi mewajibkan MNC mempekerjakan mayoritas
SDM lokal.
Pembekuan konsesi membuat MNC kelabakan karena laba menurun dan produksi
terhambat. "/Tiga Besar/" (Stanvac, Caltex, dan Shell) langsung minta
negosiasi ulang.
BK menjawab, kalau MNC, ia akan jual konsesi ke Jepang. Maret 1963, BK
menegaskan, "/Saya berikan Anda waktu beberapa hari untuk berpikir dan
saya akan batalkan seluruh kontrak lama jika tuan-tuan tak mau terima
tuntutan saya/."
BK menuntut Caltex menyuplai 53 persen dari kebutuhan domestik yang
harus disuling Permina. Surplus produksi Tiga Besar harus dipasarkan ke
luar negeri dan hasilnya diserahkan kepada kita.
Caltex wajib menyerahkan fasilitas distribusi dan pemasaran dalam negeri
dan biaya prosesnya diambil dari laba ekspor. Caltex menyediakan valuta
asing yang dibutuhkan untuk biaya pengeluaran dan investasi modal yang
dibutuhkan Permina.
BK menuntut Caltex menyuplai kebutuhan minyak tanah dan bahan bakar
minyak (BBM) dalam negeri. Formula pembagian laba 60 persen untuk kita
dalam mata uang asing dan 40 persen untuk Caltex dalam rupiah.
Caltex panik dan minta bantuan Presiden John F Kennedy. Mereka menilai,
tuntutan BK tidak masuk akal dan bisa membuat Caltex bangkrut.
Washington DC sempat anggap BK gertak sambal. Namun, waktu Presiden
China Liu Shaoqi dan menteri Uni Soviet ke Jakarta membahas penjualan
konsesi, mereka sadar BK tidak main-main.
Duta Besar AS di Jakarta Howard Jones pusing. "/Jika Tiga Besar keluar,
AS tidak punya pilihan kecuali membatalkan bantuan ekonomi. Jangan
mengancam BK/," lapor Jones ke Kennedy.
Saat itu RI ingin ikut program paket stabilisasi IMF yang ditawarkan
Kennedy. Sehari setelah penandatanganan paket itu, BK menerbitkan
"/Regulasi 18/" yang isinya tuntutan dia.
BK tidak mau paket stabilisasi dikaitkan dengan Regulasi 18. Kennedy
ketar-ketir dan segera mengirimkan utusan khusus, Wilson Wyatt, ke
Tokyo, mencegat BK di Jepang.
Lewat negosiasi alot, BK dan Wyatt menyepakati sistem "/kontrak karya/"
yang disahkan DPR, 25 September 1963. Intinya, RI memiliki kedaulatan
atas kekayaan minyak dan gas sampai point of sales.
MNC cuma kontraktor: Stanvac untuk Permina, Caltex untuk Pertamin, dan
Shell untuk Permigan. Jangka waktu dan area konsesi dibatasi
dibandingkan dengan kontrak-kontrak lama.
MNC menyerahkan 25 persen area eksplorasi setelah lima tahun dan 25
persen lainnya setelah 10 tahun. Pembagian laba tetap 60:40, MNC wajib
menyediakan kebutuhan untuk pasar domestik dengan harga tetap dan
menjual aset distribusi/pemasaran setelah jangka waktu tertentu.
MNC menerima karena yang penting batal kehilangan konsesi. Kennedy dan
Kongres menyetujui paket stabilisasi IMF, yang oleh BK diselaraskan
dengan Rencana Pembangunan Nasional Ketiga yang berlaku delapan tahun
sejak 1961.
Bandingkan kontrak karya dengan /profit-sharing agreement/ (PSA) ala
Orde Baru yang justru antinasionalisasi. PSA seolah menempatkan kita
sebagai pemilik, MNC hanya kontraktor.
Namun, pada praktiknya, MNC yang mengontrol ladang yang mendatangkan
laba berlipat ganda yang mirip kolonialisme. PSA "/pernikahan ideal/"
antara kontrak bagi hasil yang seolah menempatkan negara menjadi majikan
dan sistem kontrak berbasis konsesi/lisensi yang profit oriented.
Kita seakan pegang kendali, padahal MNC-lah yang punya kedaulatan.
"Klausul /stabilisasi/" PSA mengatakan, UU kita tidak berlaku bagi
setiap kegiatan MNC dan tidak bisa menjadi rujukan jika terjadi
sengketa—yang berlaku hukum internasional yang tidak kenal kepentingan
nasional.
Ironisnya, "/cerita sukses/" PSA ini yang dipakai MNC untuk menguras
minyak Irak.
Lebih ironis lagi, sikap BK ditiru Presiden Bolivia Evo Morales.
Namun, dulu ekonomi bangsa ini kuat karena lebih dari 50 persen GNP
berasal dari pertanian dan dari industri 15 persen. Utang luar negeri
cuma 2,5 miliar dollar AS dan TNI kita disegani.
Kini, ekonomi kita morat-marit—walau bangga menjadi anggota G20—karena
setiap sebentar dikait-kaitkan dengan proyeksi Bank Dunia, IMF, atau
harga BBM di Nymex. Utang luar negeri sudah mencapai Rp 1.800 triliun,
TNI-nya low battery.
Tak salah belajar dari sejarah: negosiasi ulang tidak mustahil,
perubahan UU bukan barang haram. Jika kepemimpinan nasional seperti
Morales, kemelut anggaran/kenaikan harga BBM selesai.
Keputusan mengambangkan kenaikan harga BBM membuat ketidakpastian yang
menimbulkan kerugian sosial, politik, dan ekonomi yang semakin besar.
Tugas kepemimpinan nasional ialah melindungi rakyat dari situasi serba
tidak pasti itu.
Jika pemimpin nasional memperlihatkan sikap tidak pasti, kita akan
mengalami tragedi. Setiap pemimpin selayaknya berani bilang, "/Saya tak
akan biarkan bangsa kita tenggelam ke jurang tragedi/."
---
ref: http://www.micronics.info http://www.java-cafe.net
http://www.apwkomitel.org
http://www.facebook.com/people/Rudi-Rusdiah/651699209
---
----------------------------------------------------------
*From:* Sumitro Roestam <sumitror@yahoo.com>
*To:* "APWKomitel@yahoogroups.com" <APWKomitel@yahoogroups.com>
*Sent:* Saturday, April 7, 2012 6:51 AM
*Subject:* [APWarnet] Djokowi: Sosok Pemimpin yg akan mampu memecahkan
berbagai persoalan pokok Bangsa Indonesia
Kawan2 Anggota Milis yth,
Apakah persoalan bangsa Indonesia yang utama? Kemiskinan yang diderita
oleh mayoritas Rakyat Indonesia, yang hidup serba pas-pasan untuk makan
sehari-hari, biaya anak sekolah, transportasi, dll.
Kita memerlukan sosok seorang Pemimpin yang bisa jadi panutan baik dalam
kata maupun perbuatannya agar mampu menyelesiakan berbagai pokok
persoalan bangsa ini.
Ada beberapa contoh pemimpin dunia yang bisa dijadikan referensi, antara
lain adalah Presiden Iran Ahmadinejad yang memiliki track record
kehidupannya sebagai pemimpin yang berpola hidup sederhana, apa adanya,
tidak memaksakan diri agar tampil mewah dan gagah, tetapi kehidupan
sebagai orang biasa, mobil butut, rumah sederhana. Mengapa pemimpin
seperti Ahmadinejad cocok bagi negara-negara berkembang yang ekonominya
masih lemah?
Sebab dengan pola hidup sederhana sang Pemimpin, maka rakyat yang
dipimpinnya bisa mencontohnya untuk ikut berpola hidup sederhana, bukan
kehidupan yang gemerlapan dengan harta dan kemewahan yang bila
dipaksakan akan memaksanya untuk berbuat melanggar hukum, mencuri atau
meng-korupsi uang negara atau uang rakyat Indonesia. Dengan demikian
uang yang berlebih itu dapat dipakai untuk membangun perekonomian bangsa
Indonesia agar negeri ini menjadi makmur, gemah ripah loh jinawi, rakyat
bisa hidp sejahtera.
Melihat track record seorang pemimpin kota (Walikota) Djoko Widodo
(Djokowi, saya tertarik untuk mendukungnya sebagai calon Pemimpin Bangsa
masa depan, yang bisa membawa bangsa ini maju pesat dalam perekonomian
dan memecahkan berbagai persoalan bangsa ini, seperti
kebijakan-kebijakan yang membela kepentingan rakyat kecil, memperlakukan
mereka dengan kasih sayang dan mengangkat derajat mereka menjadi manusia
Indonesia seutuhnya yang hidup sejahtera.
Silahkan membaca kisah hidup Djokowi yang lengkap, yang merintis dari
kehidupan yang serba susah dimasa kecil, bekerja sambil sekolah dan
akhirnya bisa sukses sebagai Walikota Solo untuk dua periode tanpa
mengeluarkan biaya besar untuk memenangkan Pilkada, bukan seperti para
pemimpin lainnya yang ermodalkan biaya milyaradan rupiah untuk bisa
menang Pilkada. Ia lebih mengandalkan dukungan masyarakat secara
persuasif yang berdasarkan pola hidup sederhananya, kesamaan kata dan
perbuatannya sebagai seorang Pemimpin..
Silahkan kunjungi: http://presidenku.com <http://presidenku.com/>
Seoga bermanfaat bagi kemajuan bangsa dan negara yang kita cintai.
Wassalam,
S Roestam
[Non-text portions of this message have been removed]
+++
:-) Do...., Real, Respect, Warm, Interact, Related, Short-Informative
:-( Don't., OneLiner, scam, MLM pyramid spam scheme, illegal-SARA
*_^ Just Friday 4 Selling or promote your Service/Product
No comments:
Post a Comment