Ikut nimbrung....
dalam APBN 2012 pos pembayaran hutang mencapai 123T, bandingkan dengan pendidikan 95T dan kesehatan 15T.
dan dalam APBN 2012 ada defisit 124 T, ini akan ditutupi dengan hutang baru, artinya akan menambah hutang lagi, dan menjadi beban di thn 2013.
penerimaan pajak 1000T lebih ditargetkan, dan utk belanja pemerintah pusat 800T, gaji pegawai 181T
mungkin ada yg bisa mendetailkan angka2nya....
lalu kenapa beban hutang jadi begitu besar...?
sedikit ilustrasi (CMIIW) dari ulasan teman kang TeJe...
Melalui Konferensi Meja Bundar (KMB), 1949, disepakatilah beberapa kondisi pokok agar RI dapat pengakuan Belanda.
(1) Penghentian Bank Negara Indonesia (BNI) 1946 sebagai bank sentral republik, dan digantikan oleh N.V De Javasche Bank, sebuah perusahaan swasta milik beberapa pedagang Yahudi Belanda, yang berganti nama menjadi Bank Indonesia (BI).
(2), Dengan lahirnya bank sentral baru itu pencetakan Oeang Republik Indonesia (ORI), sebagai salah satu wujud kedaulatan republik baru itu dihentikan, digantikan dengan Uang Bank Indonesia (direalisasikan sejak 1952).
(3), Bersamaan dengan itu, utang pemerintahan kolonial Hindia Belanda sebesar 4 miliar dolar AS kepada para bankir swasta itu tentunya - diambilalih dan menjadi "dosa bawaan" republik baru ini.
Kondisi ini berlangsung sampai pertengahan 1965, ketika Bung Karno menyadari kuku-kuku neokolonialisme yang semakin kuat mencengkeram bangsa muda ini. Maka, Agustus 1965, Bung Karno memutuskan menolak kehadiran lebih lama IMF dan Bank Dunia di Indonesia, bahkan menyatakan merdeka dari Perserikatan Bangsa Bangsa. Sebelumnya, antara 1963-1965, Presiden Soekarno telah menasionalisasi aset-aset perusahaan-perusahaan Inggris dan Malaysia, serta Amerika; sebagai kelanjutan dari pengambilalihan aset-aset perusahaan Belanda, pada masa 1957-1958.
Tapi Bung Karno harus membayar mahal tindakan politik penyelamatan bangsa Indonesia dari kuku neokolonialisme ini: Ir Soekarno harus enyah dari Republik ini, dan itu terjadi 1967, dengan naiknya Jenderal Soeharto sebagai Presiden RI ke-2. Dengan enyahnya Ir Soekarno, neokolonialsme bukan saja kembali, tetapi menjadi semakin kuat. Tindakan pertama Jenderal Soeharto, 1967, adalah mengundang kembali IMF dan Bank Dunia, dan kembali menundukkan diri sebagai anggota PBB.
Ya. Nekolonialisme berlanjut. Berkuasanya Orde Baru, di bawah Jenderal Soeharto, menjadi alat kepanjangan neokolonialisme melalui pemberian 'paket bantuan pembangunan'. Untuk dapat 'membangun', bagi bangsa-bangsa 'terbelakang, miskin dan bodoh, dalam definisi baru sebagai "Dunia Ketiga"' yang baru merdeka ini, tentu memerlukan uang. Maka disediakankan 'paket bantuan', termasuk sumbangan untuk mendidik segelintir elit, tepatnya mengindoktrinasi mereka, dengan 'ilmu ekonomi pembangunan', 'manajemen pemerintahan'; plus 'pinjaman lunak, bantuan pembangunan', lewat lembaga-lembaga keuangan internasional (dengan dua lokomotifnya yakni IMF, Bank Pembangunan/Bank Dunia).
Kepada segelintir elit baru ini diajarkanlah ekonomi neoklasik, dengan model pembiayaan melalui defisit-anggaran-nya, dengan teknik Repelita bersama mimpi-mimpi elusif Rostowian-nya (teori Tinggal Landas yang terkenal itu), sebagai legitimasi dan pembenaran bagi utang negara yang disulap menjadi 'proyek-proyek pembangunan' dan diwadahi dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Untuk hal-hal teknis para teknokrat tersebut, kemudian 'didampingi' oleh para konsultan spesial para economic hit men sebagaimana dipersaksikan oleh John Perkins itu. Semuanya, dilabel dengan nama indah, 'Kebijakan dan Perencanaan Publik'.
Maka, utang luar negeri Indonesia yang hanya 6.3 milyar dolar AS di akhir masa Soekarno (dengan 4 miliar dolar di antaranya adalah warisan Hindia Belanda tersebut di atas), ketika Orde Baru berakhir menjadi 54 milyar dolar AS (posisi Desember 1997). Lebih dari sepuluh tahun sesudah Soeharto lengser utang luar negeri kita pun semakin membengkak menjadi lebih dari 150 milyar dolar AS. Kita tahu, jatuhnya Jenderal Soeharto, adalah akibat "krisis moneter", yang disebabkan oleh kelakuan para bankir dan spekulan valas. Tetapi, rumus klasik dalam menyelesaikan "krisis moneter" adalah bail out, yang artinya pemerintah atas nama rakyat harus melunasi utang itu. Ironisnya, langkahnya adalah dengan cara mengambil utang baru, dari para bankir itu sendiri!...
(2), Dengan lahirnya bank sentral baru itu pencetakan Oeang Republik Indonesia (ORI), sebagai salah satu wujud kedaulatan republik baru itu dihentikan, digantikan dengan Uang Bank Indonesia (direalisasikan sejak 1952).
(3), Bersamaan dengan itu, utang pemerintahan kolonial Hindia Belanda sebesar 4 miliar dolar AS kepada para bankir swasta itu tentunya - diambilalih dan menjadi "dosa bawaan" republik baru ini.
Kondisi ini berlangsung sampai pertengahan 1965, ketika Bung Karno menyadari kuku-kuku neokolonialisme yang semakin kuat mencengkeram bangsa muda ini. Maka, Agustus 1965, Bung Karno memutuskan menolak kehadiran lebih lama IMF dan Bank Dunia di Indonesia, bahkan menyatakan merdeka dari Perserikatan Bangsa Bangsa. Sebelumnya, antara 1963-1965, Presiden Soekarno telah menasionalisasi aset-aset perusahaan-perusahaan Inggris dan Malaysia, serta Amerika; sebagai kelanjutan dari pengambilalihan aset-aset perusahaan Belanda, pada masa 1957-1958.
Tapi Bung Karno harus membayar mahal tindakan politik penyelamatan bangsa Indonesia dari kuku neokolonialisme ini: Ir Soekarno harus enyah dari Republik ini, dan itu terjadi 1967, dengan naiknya Jenderal Soeharto sebagai Presiden RI ke-2. Dengan enyahnya Ir Soekarno, neokolonialsme bukan saja kembali, tetapi menjadi semakin kuat. Tindakan pertama Jenderal Soeharto, 1967, adalah mengundang kembali IMF dan Bank Dunia, dan kembali menundukkan diri sebagai anggota PBB.
Ya. Nekolonialisme berlanjut. Berkuasanya Orde Baru, di bawah Jenderal Soeharto, menjadi alat kepanjangan neokolonialisme melalui pemberian 'paket bantuan pembangunan'. Untuk dapat 'membangun', bagi bangsa-bangsa 'terbelakang, miskin dan bodoh, dalam definisi baru sebagai "Dunia Ketiga"' yang baru merdeka ini, tentu memerlukan uang. Maka disediakankan 'paket bantuan', termasuk sumbangan untuk mendidik segelintir elit, tepatnya mengindoktrinasi mereka, dengan 'ilmu ekonomi pembangunan', 'manajemen pemerintahan'; plus 'pinjaman lunak, bantuan pembangunan', lewat lembaga-lembaga keuangan internasional (dengan dua lokomotifnya yakni IMF, Bank Pembangunan/Bank Dunia).
Kepada segelintir elit baru ini diajarkanlah ekonomi neoklasik, dengan model pembiayaan melalui defisit-anggaran-nya, dengan teknik Repelita bersama mimpi-mimpi elusif Rostowian-nya (teori Tinggal Landas yang terkenal itu), sebagai legitimasi dan pembenaran bagi utang negara yang disulap menjadi 'proyek-proyek pembangunan' dan diwadahi dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Untuk hal-hal teknis para teknokrat tersebut, kemudian 'didampingi' oleh para konsultan spesial para economic hit men sebagaimana dipersaksikan oleh John Perkins itu. Semuanya, dilabel dengan nama indah, 'Kebijakan dan Perencanaan Publik'.
Maka, utang luar negeri Indonesia yang hanya 6.3 milyar dolar AS di akhir masa Soekarno (dengan 4 miliar dolar di antaranya adalah warisan Hindia Belanda tersebut di atas), ketika Orde Baru berakhir menjadi 54 milyar dolar AS (posisi Desember 1997). Lebih dari sepuluh tahun sesudah Soeharto lengser utang luar negeri kita pun semakin membengkak menjadi lebih dari 150 milyar dolar AS. Kita tahu, jatuhnya Jenderal Soeharto, adalah akibat "krisis moneter", yang disebabkan oleh kelakuan para bankir dan spekulan valas. Tetapi, rumus klasik dalam menyelesaikan "krisis moneter" adalah bail out, yang artinya pemerintah atas nama rakyat harus melunasi utang itu. Ironisnya, langkahnya adalah dengan cara mengambil utang baru, dari para bankir itu sendiri!...
-----
jadi sampai kapanpun kita tidak akan lepas dari hutang, akan terus berhutang.. dan dengan pajak plus kekayaan alam dibayarnya...
memang selain sistem, korupsi memegang peranan dalam kehancuran perkeekonomian dan menjadi beban kita dan anakturun kita kelak.
ada wacana berkembang bahwa dengan menaikan renumerasi diharapkan akan menekan korupsi... ingat renumerasi bukan jaminan 100%, malah justru akan menambah hutang baru, dan akan menambah beban baru.. Hukuman yang berat lah (kalo perlu hukuman mati, diarak ke liling kota dengan andong dan dilabel koruptor di bajunya) yang bisa mengurangi bahkan menghentikan budaya korup.
Target pajak yang tinggi juga akan semakin membebani rakyat, hidup makin susah, akhirnya demo dimana-mana, utk meredam keluar kebijakan BLT, raskin, jamkesmas dll yang rawan dikorupsi, dan akan membani anggaran dan akhirnya menambah hutang baru, dan akan menjadi beban di kemudian hari dan tiada berakhir..
Nasionalisasi atau minimal renegosiasi kontrak karya untuk mendapatkan royalti yang lebih besar juga salah satu solusi. Tapi apa mampu pejabat2 kita setangguh HugoChaves yang berani menasionalisasi tambang2 perusahaan asing...
salam...
Dari: "smusdar@hotmail.com" <smusdar@hotmail.com>
Kepada: APICS-ID@yahoogroups.com
Dikirim: Rabu, 2 November 2011 19:35
Judul: Re: IPOMS-APICS Kemana uang pajak
Tapi apa sih hasil dari pajak yang kita bayar antara 15-25 % dari penghasilan kita??? Kebetulan kakak-kakak saya sudah permanen residen di Aussie dan Perancis lebih dari 11 tahun. Mungkin yg paling kelihatanb pajak kemana, adalah pemerintah Victoria. Untuk medicare (program tunjangan pemerintah) saja fasilitas dan benefitnya menyerupai rumah sakit mewah di Jakarta/ kota-kota besar di Indonesia, dibandingkan dengan Indonesia, dimana orang harus kaya atau bekerja di MNC yang besar baru bisa mendapatkan fasilitas kesehatan yang layak. Di Victoria, untuk posyandu -layanan gratis anak batita- selevel RS mewah di Jakarta diberikan gratis. Saya kira fasilitas lain-lainnya rekan-rekan sudah tahu. Di Indonesia, kalau pun gaji kita di atas 15 juta, artinya harus kerja di perusahan minyak/ tambang, uang kita pun tersedot untuk biaya pendidikan anak-anak yang sangat mahal. Seandainya saja, korupsi bisa diminimalkan. Salam dari Tembagapura, Papua. Sari Musdar http://sarimusdar.blogspot.com
Kepada: APICS-ID@yahoogroups.com
Dikirim: Rabu, 2 November 2011 19:35
Judul: Re: IPOMS-APICS Kemana uang pajak
Powered by Telkomsel BlackBerry®
__._,_.___
*****************************************************************
Indonesian Production and Operations Management Society (IPOMS).
http://blog.ipoms.web.id/
Bergabunglah dengan IPOMS di Facebook
http://www.facebook.com/home.php?ref=home#/group.php?gid=34994473375
********************************************************************
Bergabunglah dengan milis lainnya:
Manajemen-Industri-subscribe@yahoogroups.com ==> Manajemen Industri
Free-English-Course-subscribe@yahoogroups.com ==> Kursus Bahasa Inggris
HRD-POWER-subscribe@yahoogroups.com ==> Milis HRD
Indo-Job-subscribe@yahoogroups.com ==> Lowongan kerja luar negeri dan
beasiswa
Bisnis-Karir-subscribe@yahoogroups.com ==> Pembinaan bisnis dan karir
ERP, Komputer dan Teknologi:
http://tech.groups.yahoo.com/group/KOMPUTER-TEKNOLOGI/
Indonesian Production and Operations Management Society (IPOMS).
http://blog.ipoms.web.id/
Bergabunglah dengan IPOMS di Facebook
http://www.facebook.com/home.php?ref=home#/group.php?gid=34994473375
********************************************************************
Bergabunglah dengan milis lainnya:
Manajemen-Industri-subscribe@yahoogroups.com ==> Manajemen Industri
Free-English-Course-subscribe@yahoogroups.com ==> Kursus Bahasa Inggris
HRD-POWER-subscribe@yahoogroups.com ==> Milis HRD
Indo-Job-subscribe@yahoogroups.com ==> Lowongan kerja luar negeri dan
beasiswa
Bisnis-Karir-subscribe@yahoogroups.com ==> Pembinaan bisnis dan karir
ERP, Komputer dan Teknologi:
http://tech.groups.yahoo.com/group/KOMPUTER-TEKNOLOGI/
MARKETPLACE
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment