Personalism#7: Menyesuaikan Diri Tanpa
Terbawa Arus
Hore!
Hari
Baru, Teman-teman.
Setiap kali berada dalam situasi
yang baru, kita selalu dituntut untuk dapat menyesuaikan diri. Jika tidak, maka
kemungkinan besar kita tidak bisa bertahan lama. Atau keberadaan kita disana
menjadi tidak bermakna. Sekalipun demikian, ada efek samping serius dari proses
menyesuaikan diri. Yaitu, tenggelamnya nilai-nilai pribadi dalam system nilai kelompok
sehingga kehadirannya sama sekali tidak memberi nilai tambah selain memperkuat
status quo belaka. Walhasil, tidak ada bedanya antara sebelum dan sesudah
kedatangannya di tempat itu. Memang hal itu menunjukkan kemampuannya yang
tinggi dalam beradaptasi. Namun, hal itu juga memperlihatkan terjadinya peleburan
yang menimbulkan ketidakberdayaan. Tantanganya sekarang adalah; bagaimana
caranya kita bisa menyesuaikan diri tanpa harus terbawa arus seperti itu?
Ada sebuah contoh kasus sederhana. Seseorang direkrut
untuk memimpin sebuah kelompok kerja. Orang ini dianggap mempunyai nilai-nilai
pribadi yang positif sehingga diharapkan bisa menjadi katalis terjadinya
perubahan perilaku di kelompok kerja itu. Seiring berjalannya waktu, ternyata
bukannya perilaku kelompok kerja itu yang berubah menjadi lebih baik. Malah
orang baru yang masuk itu ikut terlarut dalam kebiasaan lama team kerjanya.
Karena itu, tujuan utama mengapa beliau bertugas disana tidak bisa dicapai
sesuai harapan. Tidak mudah ya? Benar. Tetapi banyak juga kok orang yang
berhasil mengatasi situasi seperti itu. Bagi Anda yang tertarik menemani saya
belajar menyesuaikan diri tanpa terbawa arus, saya ajak memulainya dengan
memahami dan menerapkan 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™), berikut
ini:
1. Antara yang perlu diikuti dan dijauhi. Banyak situasi yang
menempatkan kita pada dua pilihan. Dalam soal system nilai, itu sering berupa
sesuatu yang perlu diikuti dan yang wajib dijauhi. Kenyataannya, tidak semua
praktek-praktek di lingkungan kerja kita layak untuk diikuti. Justru ada
praktek-praktek yang mesti kita jauhi, karena kalau ikut-ikutan melakukannya bisa
membuat citra profesionalitas kita memburuk. Sebaliknya, banyak juga kok praktek-praktek
yang bagus untuk ditiru agar meningkatkan kualitas pribadi kita. Kita dituntut
untuk bisa melihat dengan jelas, mana praktek-praktek yang perlu diikuti dan
mana yang harus dijauhi. Dengan mengikuti apa yang perlu diikuti itu, kita
menunjukkan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan mereka. Dan dengan
menjauhi apa yang harus dijauhi itu, kita juga menunjukkan jika kita ini tidak
sekeda mengikuti arus belaka.
2. Antara pendekatan dan pencapaian. Pendekatan itu berkaitan dengan cara kita
berdialog, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain. Soal ini memang
wajib hukumnya bagi kita untuk menyesuaikan diri. Mengapa mesti kita yang
menyesuaikan diri? Karena kita membutuhkan penerimaan dari mereka, dan kita
perlu menunjukkan kepada mereka bahwa mereka pun bisa menysuaikan diri dengan kita.
Tapi soal pencapaian? Tidak bisa dikompromikan. Mengapa, karena pencapaian berkaitan
dengan target-target penugasan perusahaan. Kita sendiri tidak memiliki
kewenangan untuk mengotak-atiknya. Kita sama-sama mempunyai kewajiban untuk
memenuhinya bersama mereka. Makanya, penting sekali untuk menyesuaikan pendekatan
kepada orang lain dalam team kerja kita. Sama seperti pentingnya membangun kegigihan
untuk meraih sebuah pencapaian.
3. Antara norma dan kebiasaan. Di kelompok kerja yang menjunjung tinggi
norma-norma biasanya tidak timbul pertentangan dalam hal kebiasaan. Perilaku
kerja sehari-hari mereka pasti sesuai dengan norma. Situasinya lain jika mereka
tidak lagi memperdulikan norma, melainkan tunduk kepada kebiasaan-kebiasaan selama
ini meskipun mereka menyadari jika itu salah. Maka sekarang kita berada pada 2
situasi yang berbeda. Yaitu kebiasaan yang sesuai dengan norma. Jelas kita
wajib beradaptasi dengan cara belajar untuk melakukannya juga. Sedangkan pada
kebiasaan-kebiasaan yang melanggar norma, maka kita wajib menjadi orang pertama
yang tidak ikut-ikutan melakukannya. Dengan begitu, kita bisa menunjukkan
tingkat fleksibilitas yang tinggi, tanpa harus bersikap permisif pada hal-hal
yang tidak sesuai dengan norma-norma yang mengatur akhlak kita.
4. Antara kegemaran dan kebawajiban. Memang sih, paling enak kalau kita bisa melakukan segala sesuatu yang kita
gemari. Namanya kegemaran, pasti senang ketika melakukannya. Sayangnya,
kegemaran itu tidak selalu sejalan dengan kewajiban. Tidak hanya anak kecil
yang sering mengalahkan kewajiban dengan kegemaran. Di lingkungan kerja kita
juga masih cukup banyak orang yang melakukan kegemarannya terlebih dahulu dan
menunda mengerjakan kewajiban. Contoh sederhana; masih banyak orang yang menghabiskan
jam kerjanya dengan bermain game di laptop dan gadgetnya. Boleh tidak sih main games? Boleh. Pada jam
istirahat. Di jam kerja? Dahulukan kewajibannya dong. Setelah kewajiban itu
selesai, jika perlu kita adakan kompetisi untuk menyalurkan kerinduan terhadap
kegemaran kita. Dengan begitu, kita bisa menempatkan segala sesuatu sesuai
proporsinya.
5. Antara selera dan kebenaran. Kita memang dituntut untuk bisa melakukan sesuatu sesuai dengan selera kolega, bawahan, maupun atasan. Jadi, betul kok kalau kita
berjuang untuk memenuhi selera orang lain. Tidak usah ragu melakukannya. Dengan
begitu, maka mereka akan semakin puas atas pelayanan yang kita berikan. Namun,
ada rambu-rambu yang perlu kita tetap pegang teguh. Yaitu, nilai-nilai
kebenaran. Bukankah tidak semua selera sejalan dengan kebenaran? Nah, soal selera
yang bertentangan dengan kebenaran itu kita mesti memiliki keteguhan hati untuk
tidak memenuhinya. Pada awalnya mungkin kita berhadapan dengan penentangan.
Tapi selama kita juga tetap mengikuti selera mereka yang cocok dengan
kebenaran, maka kita sudah berhasil menyesuaikan diri tanpa harus tergerus oleh
arus tak bagus.
Kemampuan menyesuaikan diri itu
wajib dimiliki oleh siapa saja. Terlepas dari posisi kita apa. Namun, kita juga
mesti mampu untuk tetap mempertahankan integritas dan kualitas pribadi kita
supaya tidak ikut terbawa arus. Dengan begitu, kita bisa memberi warna baru
untuk menjadikan kelompok itu lebih indah. Dan dengan cara itu, kita juga bisa
menjadi agen perubahan yang dapat diterima ditengah-tengah mereka. Kalau bisa
menjalankan peran itu, maka dengan sendirinya kita menjalankan nasihat Rasul
yaitu; "mengajak orang lain untuk sama-sama melakukan kebaikan, dan mencegah
perilaku-perilaku yang tidak pantas dilakukan".
Salam hormat,
Mari Berbagi
Semangat!
DEKA – Dadang
Kadarusman – 20 Juli 2012
Author, Trainer, &
Public Speaker of Natural Intelligence
0812 19899 737 or Ms. Vivi
at 0812 1040 3327
Catatan Kaki:
Mengikuti
arus hanya akan menjadikan kita terhanyut. Ngotot dengan kebenaran sendiri
membuat kita terkucil. Sedangkan menyesuaikan diri sambil tetap berpegang pada
nilai-nilai positif bisa menjadikan kita agen perubahan yang diterima dengan
tangan terbuka.
Ingin
mendapatkan kiriman "Personalism" secara rutin langsung dari Dadang Kadarusman? Kunjungi dan bergabung di http://finance.groups.yahoo.com/group/naturalintelligence/
Silakan di-share jika naskah ini Anda
nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu.
Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda
tidak berkurang karenanya.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman
www.dadangkadarusman.com
Dare to invite Dadang to speak for your company?
Call him at 0812 19899 737 or Ms. Vivi at 0812 1040 3327
[Non-text portions of this message have been removed]
+++
:-) Do...., Real, Respect, Warm, Interact, Related, Short-Informative
:-( Don't., OneLiner, scam, MLM pyramid spam scheme, illegal-SARA
*_^ Just Friday 4 Selling or promote your Service/Product
No comments:
Post a Comment