COPAS ti sabeulah..........Bandara Soekarno-Hatta medio Februari 2012
  dituturkan oleh Siti Ita Nasyi'ah wartawan di Majalah Kartini
  
  Minggu, pukul 06.00 wib, saat jalanan di Jakarta masih lengang, mobil
  Mercy L 1 JP melaju kencang menuju bandara Soekarto Hatta.
  Penumpangnya hanya berempat. Pak Menteri BUMN, aku dan pak Jusak. Pak
  Dis duduk di depan kiri berdampingan dengan Zahidin, sopir pribadinya.
  Sedangkan aku dan pak Jusak, duduk di belakang. Kami berdua seperti
  juragan di mobil mewah itu. Terlihat beberapa botol air mineral dan
  camilan kecil tersedia rapi. Juga ada permen.
  
  ''Kita berangkat pagi, krn aku pingin mampir ATC (Air Traffic Control)
  Soeta,'' kata pak menteri sambil menggulung lengan hem bergaris warna
  biru yang dikenakan. Sesegera mungkin, tas kopor kutarik dan
  kumasukkan ke dalam bagasi mobil berwarna hitam metalik itu. Sepinya
  jalanan ibukota, membuat Zahidin tancap gas full. Tidak sampai 1 jam,
  perjalanan menuju bandara Soeta dari Capital Residence, dilalui tanpa
  hambatan. Lucunya, saat sampai di pintu gerbang Perum Angkasa Pura
  (PAP), mobil melaju pelan. Pak menteri bergegas menurunkan kaca sambil
  menyapa sekuriti dan satpam yang tengah berjaga.
  
  ''Pagi, pak. Permisi, ya'' sapa pak Dis dgn ramah. Belum sempat
  menjawab, mobil yang membawa kita melaju menuju sebuah gedung paling
  ujung. Rupanya gedung ini adalah tempat paling vital milik PAP. Karena
  di gedung inilah letak berbagai mesin pengontrol lalu lintas udara
  yang ada di bandara Soeta. Belum sampai di tempat parkir, terdengar
  peluit dari security yang kita lalui. Dari belakang, kulihat petugas
  jaga yang ada di pos, berlari-lari menghampiri mobil kami. Dengan
  wajah garang, seorang petugas berbadan agak tambun menyuruh mobil kami
  kembali.
  
  Alasannya, tempat terlarang dan tidak boleh sembarangan orang masuk.
  Utk urusuan itu, pak Dis menyerahkan pada Zahidin. Sepintas, kulihat
  ada adu argumentasi antara sopir pribadi pak Dis dengan petugas
  security. Sedangkan Pak Jusak buru-buru mencari toilet. Apa yang
  terjadi, aku tidak tahu pasti. Bagiku, mengikuti langkah pak Dis yang
  sangat cepat, lebih penting. Setengah berlari, kuikuti langkah pak Dis
  menuju sebuah gedung yg salah satu mejanya bertuliskan receptionis.
  
  ''Pagi, Assalamulaikum, permisi,'' sapa pak Dis. Ternyata, ruangan itu
  kosong. Tak ada jawaban. Namun demikian, Pak Dis tetap bertahan dan
  berusaha memasuki ruang demi ruang yang ada sambil melihat-lihat
  keadaan. Kotor dan perlatan kantor berserakan tidak pada tempatnya.
  Disamping itu, terlihat meja kerja maupun meja tamu, terdapat botol
  air menieral, bekas piring makan dan satu lagi, asbak penuh puntung
  rokok. Padahal, ruangan itu full AC. Dingiiin. Bagiku, ini aneh...
  Meskipun minggu dikenal hari libur bagi masyarakat umum, tidak
  demikian dengan PAP dan dunia airline. Hari libur, justru hari-hari
  sibuk bagi instansi yang ada dalam salah satu BUMN tersebut. Makanya,
  ada 3 shif yang diberlakukan bagi karyawannya di bagian ini. Belum
  tuntas keanehanku, muncul suara nyanyian dari laki-laki yang ada di
  dlm ruangan yang ada di televisinya itu.
  
  Akupun kembali mengeraskan suaraku mengucapkan salam. Bukan jawaban
  salam, yang kuterima, malah semprotan sinis. ''Siapa lo, pagi gini.
  Berisik amat,'' demikian jawab laki-laki berseragam dengan wajah
  ketus. Begitu melihat wajahku, laki-laki lain muncul dengan suara tak
  kalah garang. ''Siapa yang suruh masuk ke sini,'' katanya dengan suara
  lebih keras. Akupun tak mau kalah. ''Mana bosmu, pak menteri pingin
  ketemu,'' jawabku dengan tak kalah garang. Mendengar suara galakku,
  laki-laki yang ada di dalam, ikutan keluar. Sampai akhirnya ada lima
  orang lelaki yang bersiap menghadapiku.
  
  Saat kutoleh ke belakang, pak Dis buru-buru beranjak pergi. Pak Dis
  keluar dan mencari-cari sendiri ruangan ATC. Akupun bergegas mengikuti
  langkah gesitnya. ''Lho, bukannya itu pak Dahlan Iskan ya,'' kata dua
  petugas yang masih muda dan ganteng. Tanpa menjawab, aku pergi berlari
  menguntit langkah pak Dis dari belakang. Kulihat, ada perubahan wajah
  pak Dis dari yang sebelumnya ramah, agak kecut. HP blakberry warna
  hitam dikeluarkan dan memencet nomor telepon. Sambil terus berjalan,
  pak Dis menelepon seseorang.
  
  ''Assalamulaikum, selamat pagi mas. Mohon maaf, mengaanggu libur anda
  ya. Sory, nih, saya nuwun sewu, dan kulo nuwun, ingin melihat ATC.
  Melihat komputer yang baru kita beli kemarin. Nuwun sewu lho, mas,''
  ucap pak menteri. Rupanya, pak Dis menelpon bos PAP yang tengah
  menikmati libur minggu. ''Tidak usah, tidak usah. Biar saya sendiri
  saja yang mencari. Saya sudah ada di dalam kantor anda kok ini. Cuma
  mencari-cari belum ketemu,'' ucap pak menteri sambil terus
  membuka-buka pintu ruangan yg dilalui. Rupanya, sebelum itu, pak Dis
  sudah pernah berkunjung. Hanya saja, lupa tempatnya. Meski demikian,
  pak Dis tidak putus asa. Sampai akhirnya, ada ruangan yang bertuliskan
  ATC.
  
  Bergegas, pak Dis masuk. ''Nah, ini dia,'' ucapnya dengan wajah
  berbinar. Akupun mengikuti langkah pak Dis. Benar. Di ruangan yg agak
  tersembunyi itu, terdapat sebuah ruangan khusus. Di dalam ruangan itu
  ada beberapa orang bekerja. Sambil mengucapkan salam, pak Dis
  menyalami satu persatu karyawan yg tengah bertugas. Tentu saja mereka
  kaget. Tidak mengira, jika ruangan mereka dikunjungi menteri. Beberapa
  orang yang tadinya santai, terlihat kembali ke komputernya. Begitu
  juga yang tengah merokok, meletakkan putung rokoknya di asbak yang ada
  di sampingnya.
  
  ''Wah, lembur ya. Maaf, saya ganggu,'' ucap pak Dis sambil
  bertanya-tanya pada karyawan yang berkerja kala itu. Stlh meminta
  penjelasan ruangan yg tengah didatangi, pak Dis minta ditunjukkan
  tangga menuju tower ATC. ''Wah, disini perokok semua ya,'' kata pak
  Dis setengah menyindir. Kudengar ada yang menjawab dan ada yang
  membisu, sambil mematikan putung rokoknya. Beberapa orang, kulihat
  sibuk menelepon. Entah siapa yang ditelepon. Pastinya, ada dua orang
  lelaki yang memperkenalkan diri sebagai supervisor menjadi penunjuk
  jalan menuju tower. Kamipun berjalan menuju ruangan yang ditunjukkan.
  
  ''Di sini pak. Mari,'' ucap lelaki bertubuh tegap yang mengenakan hem
  kuning muda. Di depan pintu masuk ruangan itu, terdapat tulisan
  ''dilarang masuk'' dan tulisan ''steril''. Selain itu juga ada tulisan
  ''jagalah kebersihan''. Karena tempatnya steril, tanpa diminta pak Dis
  mencopot sepatu ketsnya. Apalagi di tempat itu juga terdapat rak
  sepatu. ''Di sini tidak sembarang orang boleh masuk pak,'' kata
  petugas tadi menjelaskan ruangan khusus itu. Pak Dis hanya
  manggut-manggut. Setelah itu, kami diajak naik ke sebuah tangga. Kalau
  tidak salah, ada 10 anak tangga yang kami naiki. Di ujung anak tangga,
  terdapat sebuah ruangan yang dipintunya bertuliskan ''yang tidak
  berkepentingan di larang masuk''.
  
  Rupanya, kita diajak ke sebuah ruangan kontrol yang seluruh ruangannya
  full komputer. Suasananya ramai. Minimal ada 30 komputer berbagai
  ukuran. Masing-masing komputer ada seorang operatornya. Cuma sayang,
  ruangan yang super dingin itu tidak steril, spt slogan yang
  dituliskan. Buktinya, di samping meja komputer, ada beberapa makanan.
  Mulai makanan kecil, sampai piring bekas makan mie. Tragisnya, ruangan
  ber suhu super dingin itu terdapat beberapa asbak ukuran 1 meter.
  Sangat kontradiksi ... Paraah ...
  
  STRES
  
  Melihat ini semua, pak Dis bertanya-tanya. ''Kenapa masih ada rokok
  dan bekas makanan di ruangan ini? Katanya steril,'' ucap pak Dis
  serius. Kulihat, leki-laki yang mengaku supervisor itu gelagapan.
  ''Oh, iya pak. Rokok itu utk menghilangkan stres saja. Kalau tidak,
  temen-teman tidak bisa konsentrasi dalam memantau jalur-jalur
  penerbangan,'' jawab lelaki sekenanya. ''Oh, gitu ya. Kalau stres ya
  gak usah bekerja saja. Cukup di rumah. Di sini kan butuh orang sehat.
  Bukan untuk orang stres,'' jawab pak Dis tak mau kalah. Melihat
  jawaban itu, lelaki tadi tersenyum kecut. ''Iya, pak. Siap,'' jawabnya
  dengan wajah pucat.  ''Tolong ya, pak. yang stres diistirahatkan
  saja,'' tambah pak Dis.
  
  Setelah itu, pak Dis minta penjelasan tentang komputer raksasa yang
  baru saja didatangkan oleh kementeriannya. Setelah itu, pak Dis
  berkeliling dan melihat sekeliling. Begitu melihat ada piring makan,
  sendok, mangkuk dan beberapa bekas pembungkus mie, pak Dis berucap
  lagi. ''Lebih komplit di sini, dibuka kantin atau resto ya,'' ucapnya
  sinis. Sindiran ini ternyata direspon positif. Buktinya, beberapa
  lelaki yang sebelumnya mengikuti langkah kita, buru-buru menugasi
  kawannya membersihkan bekas makanan, piring atau apa saja yang ada di
  meja sekitar komputer. Akupun hanya senyum-senyum melihat karyawan di
  bagian komputer itu kelabakan.
  
  KONSER
  
  Puas berkeliling, pak Dis minta ditunjukkan tower tempat mesin ATC
  berada. Sesuai namanya, Tower ini merupakan bagian tertinggi yang ada
  di bandara Soeta. Tower inilah tempat paling vital dari setiap
  bandara. Karena di tempat inilah komunikasi antara petugas dengan
  pilot pesawat untuk minta ijin landing atau take off pesawat. Sial.
  Meskipun tempat ini bisa dikatakan jantungnya bandara, tidak seperti
  yang digambarkan.
  
  Super sterilnya tidak tampak. Putung rokok juga masih ada di beberapa
  tempat. Bahkan, sebuah asbak tinggi, juga disiapkan. Pak menteri,
  kembali kecewa. Peralatan serba canggih dan super mahal, tidak
  diimbangi dengan atitu operatornya. Ketka ditanya mengapa masih ada
  putung dan asbak, petugas tadi berkata lugu. ''Biasanya kalau
  teman-teman panik, pelampiasannya memukul-mukul berbagai alat yang ada
  utk pelampiasan kegalauan sambil menyanyi-nyanyi, pak Apalagi jika
  cuacanya buruk seperti akhir-akhir ini,'' ujar petugas yang
  bertanggung jawab di bagian tower. Pak Dis pun mendengar dengan serius
  jawaban petugas tersebut.
  
  ''Oh begitu. Bagus,'' jawab menteri kelahiran Takeran sambil
  mengangguk-anggukkan kepala. Sejenak, pak Dis minta penjelasan secara
  rinci, bagaimana dan apa keluhan yang dirasakan karyawan di bagian
  tower itu. Puas, pak Dis mengajak beberapa supervisor turun. Di sebuah
  ruangan kecil, pak Dis mengatakan, bahwa semua keluhan akan ditindak
  lanjuti. Utamanya, masalah stres dan menabuh bunyi-bunyian di bagian
  tower sebagai pelampiasan kegalauan karyawan.
  
  ''Ita, tolong, bapak-bapak ini anda beri penjelasan, bagaimana kinerja
  kita di Jawa Pos dulu. Bila perlu, besok, yang dibagian tower
  dibuatkan orkestra untuk konser musik. Anda kan mantan wartawan musik
  toh, jadi gampang untuk mengatur mereka,'' kata pak Dis kepadaku.
  Mendengar ucapan pak Dis kepadaku, beberapa supervisor tadi hanya
  menganggukkan kepala. Jelas sekali, jika pak Dis kecewa. Jelas, bila
  pak menteri gundah.
  
  DOSEN
  
  Sampai akhirnya, akupun angkat bicara. Pada saat pak menteri
  mengenakan sepatu, akupun memberi pencerahan. Seperti seorang guru,
  akupun mengisahkan bagaimana sterilnya ruangan redaksi Jawa Pos.
  Bapak-bapak, kataku memulai ''ceramah'' kecil''.
  
  Di Jawa Pos, peralatannya juga canggih karena ada alat cetak jarah
  jauh dan lain sebagainya yg berkaitan dgn satelit. Untuk menjaga itu
  semua, bukan berarti karyawan yang merokok tidak boleh merokok. Boleh.
  Asalkan di luar ruangan. Begitu juga dengan makan. Semuanya boleh
  dilakukan. Karena merupakan kebutuhan utama manusia. Namun, semuanya
  itu harus dilakukan pada tempatnya. Untuk merokok, haruslah di luar
  ruangan. Di dalam ruang redaksi, harus steril. Jadi, kataku lebih
  lanjut, tolong, di sediakan ruangan merokok bagi yang merokok.
  
  Sehingga, selain ruangan ber AC jadi segar dan bersih, peralatan super
  canggih yang dibelikan dengan uang rakyat bisa diperlihara dengan
  aman. Melihat aku berceramah seperti dosen di depan mahasiswa, pak Dis
  menahan senyum sambil pura-pura sibuk membetulkan tali sepatunya.
  
  Oalah....rek....rek. Dadi opo aku iki.
  
  Setelah itu, kamipun pamitan pulang. Di tengah perjalanan menuju
  mobil, kulihat ada seorang pejabat yang buru-buru hendak menemui kami.
  ''Mana pak menteri Dahlan,'' tanyanya kepadaku. Akupun segera
  menunjukkan dengan tanganku ke arah belakang. Kulihat pak Dis sibuk
  menelpon di temani tiga orang supervisor yang tadi kukuliahi.
  
  Sayup-sayup, ku dengar, pejabat yang berlari-lari itu meminta maaf
  pada pak Dis karena keterlambatannya itu. ''Maaf pak. Tadi saya ada di
  tempat lain,'' ucapnya memberi alasan. Akupun berlari menuju toilet
  karena dinginnya ruangan ''steril'' tersebut.
  
  Salam Vodka
  
  PS :
  Bagi mrk yg ingin mengetahui ACT eeh ATC ... Tempat Paling Vital di Bandara !